Essay : TEMA BIOTA
Hai Biologi...
beberapa hari kemarin, saya sedang memikirkan sebuah tema untuk salah satu acara besar di Biologi. Acara itu bernama Bimbingan Orientasi Anggota yang lebih dikenal dengan nama BIOTA.
Saya memirkan beberapa tema yang tepat. Kemudian saya teringat dengan lebah madu. Secara tidak sengaja, saya mengkaji ulang tentang si apis mellifera.
Waktu saya ikut BIOTA 2008, ketua umum pada saat itu bercerita mengapa Pendidikan Biologi UIN SGD BGD bernama apis mellifera. Lebah adalah makhluk yang berkoloni, selalu bekerja sama untuk membangun sarang, melindungi sarang dan tak takut menghadapi bahaya demi keselamatan koloni. Keren kan?
Lebah madu juga adalah penghasil madu yang manis, bermanfaat dan menyehatkan untuk tubuh. Selain itu, sarangnya pun berguna untuk obat dan bisa dijadikan makanan.
Lebah madunya sendiri digunakan sebagai alat totok jarum. Sengatnya dapat menyembuhkan penyakit dalam tubuh jika disengatkan pada tempat yang tepat. Lebih keren lagi kan?
Tapi saya merasa, nama APIS MELLFERA itu tidak sepenuhnya berada di dalam darah mahasiswa-mahasiswi pendidikan biologi. Saya [netral], melihat bahwa hanya sedikit yang berkoloni dan membangun sarang, melindungi sarang dan hanya menghasilkan madu. Madu disini saya ibaratkan sebagai seorang guru. Mahasiswa pendidikan biologi hanya BISA menjadi seorang guru. Lalu dimana letak filosofis dari sarang dan sengatnya?
Sarang itu adalah jurusan kita, kita harus bisa menunjukan bahwa pendidikan biologi uin itu ADA. Tak sekedar nama.
Sengatnya saya ibaratkan pikiran kritisnya. Selama saya di biologi [kurang lebih 3 tahun], pikiran kritis hanya datang dari beberapa orang saja. Pikiran kritis bukan berarti siap berpolitik. Saya benci politik.
Jadi, ketika saya memikirkan tentang tema untuk BIOTA. Saya memikirkan tentang kata sarang dan sengat. Saya masih ingat ketika ketua umum 2008-2009 memperkenalkan saya salam lebah dan salam madu.
Semoga salam lebah yang MENYENGAT itu ada untuk kemajuan Pendidikan Biologi ke depannya.
Menjadi SENGAT bukan berarti menyengat dengan kasar dan tak tahu aturan. Tapi tolong, meskipun kita semua menuju takdir yang sama [guru], ibaratkan kita melewati sungai, kita bisa menginjak batu yang sama, tapi tidak menginjak air yang sama. Pilihannya adalah jatuh ditempat orang-orang jatuh atau mencari jalan lain?
1 comments:
Posting Komentar